Monday, June 05, 2006

Nasi Kuning

Once upon a morning in my office. Gak juga gitu sih, tepatnya di pantry, aku udah niat banget mau sarapan nasi kuning tapi enggak lupa berikrar kalo aku hanya boleh menghabiskan separuhnya saja karena kandungan santan di nasi gurihnya itu sangat dahsyat..!! apalagi mengingat ukuran tubuhku yang mulai nambah dan nambah semenjak menikah kemarin.

TAPI TERNYATA....
aku bukan satu-satunya orang yg ingin sarapan dikantor, ada temanku; sebut saja "Mawar" (bukan nama sebenarnya), juga ingin sarapan di kantor. Well, akhirnya sarapan bersama kali ini kami lewatkan sambil bercerita panjang tentang Bandung, anak-anak, suami, dan lain-lain, "maning seru deh..." maklum kami adalah ibu rumah tangga muda yang baru memulai hidup, masih excited with many things come up from our marriage.

TAPI OH TETAPI...?!?!?!?!
serunya obrolan kami tersebut membuat ikrar yang aku buat dari awal hancur berantakan alias nasi kuning itu habis aku makan...! lucunya rasa sesalku bisa pupus karena kenyangnya perut meninggalkan rasa nyaman hahaha....
Tak bisa menyalahkan siapapun, karena memang dasar gembul… ya gembul...!!!

(Again) TAPI TERNYATA....
aku bukan satu-satunya orang yang lagi sesal dengan pola makan yang heboh, ternyata Mawar juga panik karena porsi sarapan dia yang tidak kalah besar (bahkan mungkin lebih besar dari porsiku) itu tampak habis ludes tanpa sisa. Walah... ada kekompakkan diantara kami.

Saking kompaknya kami, akhirnya kami bikin pengecualian bahwa selera makan yang heboh ini adalah karena kami ibu rumah tangga yang bahagia, less pusing, less khawatir, everything almost on control, so far husband is perfect, kids is wonderful, kami sangan mensyukuri karunia Allah SWT ini, jadi intinya we are grateful to our talent of choosing of our life partner gitu loh... sehingga pilihan hidup ini membuat kami makin bahagia dan makin banyak makan hahahaha.... what a excuses!!

The true is alasan ini pula yang aku pakai saat suami mulai komplen tentang lemak yang mulai menempel dibagian-bagian tertentu ditubuhku, dengan polos aku menyatakan bahwa kegemukan ini karena kebahagiaan yang diciptakannya untuk rumah tangga kami.
Berhasil saudara-saudara sekalian, suamiku lalu tersenyum penuh bangga dan langsung mematikan lampu kamar kami…
What a wonderful day, again….

Cordiali Saluti, Dini